Profil Desa Kedungurang
Ketahui informasi secara rinci Desa Kedungurang mulai dari sejarah, kepala daerah, dan data lainnya.
Tentang Kami
Menelisik Desa Kedungurang di Gumelar, Banyumas, jantung industri emping melinjo yang menghidupi ribuan warganya. Di tengah pesona alam perbukitan, desa ini berjuang menjaga tradisi produksi dan mengatasi tantangan ekonomi modern yang dinamis.
-
Sentra Industri Emping Melinjo
Desa Kedungurang merupakan pusat utama produksi emping melinjo di Kecamatan Gumelar, di mana sebagian besar warganya, terutama kaum perempuan, menggantungkan hidupnya pada industri rumahan ini.
-
Kepadatan Penduduk Tinggi
Dengan luas wilayah yang relatif kecil, desa ini memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi di kecamatannya, menciptakan lingkungan sosial yang sangat komunal dan interaktif.
-
Ekonomi Berbasis Tradisi
Perekonomian desa ditopang oleh kegiatan produksi yang diwariskan secara turun-temurun, menghadirkan tantangan dalam hal fluktuasi harga bahan baku, regenerasi perajin, dan modernisasi usaha.

Di salah satu sudut Kecamatan Gumelar, Kabupaten Banyumas, terdapat sebuah desa yang denyut kehidupannya sangat identik dengan aroma khas dan suara riuh dari pembuatan emping melinjo. Desa Kedungurang, sebuah pemukiman asri yang terhampar di antara perbukitan hijau, telah lama dikenal sebagai salah satu sentra industri emping melinjo terbesar dan tertua di wilayah Banyumas. Hampir di setiap rumah, aktivitas mengolah buah melinjo menjadi keripik pipih yang gurih menjadi pemandangan sehari-hari. Tradisi ini bukan hanya sekadar kegiatan ekonomi, melainkan telah menyatu dengan identitas sosial dan budaya masyarakatnya. Di tengah tantangan fluktuasi harga bahan baku dan persaingan pasar, Desa Kedungurang terus bertahan, menunjukkan potret ketangguhan sebuah desa yang hidup dari warisan leluhur dan kekayaan alamnya.
Geografi dan Demografi: Membedah Wilayah di Kaki Perbukitan
Desa Kedungurang secara administratif terletak di Kecamatan Gumelar, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah. Topografi wilayahnya cukup bervariasi, terdiri dari dataran rendah yang subur untuk persawahan hingga area perbukitan yang menjadi lokasi ideal bagi tumbuhnya pohon melinjo dan tanaman keras lainnya. Menurut data resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Banyumas, Desa Kedungurang memiliki luas wilayah sebesar 4,00 kilometer persegi (km2). Luasan ini menjadikannya salah satu desa dengan wilayah yang tidak terlalu besar di Kecamatan Gumelar.
Secara geografis, desa ini berbatasan dengan desa-desa lain yang menjadi tetangganya. Di sebelah utara, Kedungurang berbatasan dengan Desa Gumelar. Sisi timur wilayahnya bersebelahan dengan Desa Karangkemojing. Di sebelah selatan, desa ini berbatasan dengan Desa Cilangkap, sementara di sisi barat berbatasan dengan Desa Samudra. Lokasinya yang terhubung langsung dengan desa-desa pusat di kecamatan memberikannya akses yang cukup baik untuk mobilitas penduduk dan distribusi barang.
Dari aspek kependudukan, data BPS mencatat jumlah penduduk Desa Kedungurang sebanyak 4.498 jiwa. Dengan luas wilayah yang relatif kecil, maka kepadatan penduduk desa ini tergolong sangat tinggi, mencapai 1.125 jiwa per kilometer persegi. Angka ini merupakan salah satu yang tertinggi di Kecamatan Gumelar, menandakan pemukiman yang padat dan intensitas aktivitas penduduk yang tinggi. Tingginya populasi ini mencerminkan komunitas yang telah lama menetap dan berkembang, dengan struktur administrasi yang terbagi ke dalam beberapa dusun, 4 Rukun Warga (RW) dan 24 Rukun Tetangga (RT) untuk memastikan efektivitas pelayanan dan koordinasi di tengah masyarakat yang padat.
Ekonomi Desa: Emping Melinjo Sebagai Nadi Kehidupan
Jika ada satu hal yang mendefinisikan Desa Kedungurang, maka itu adalah industri emping melinjo. Desa ini merupakan pusat produksi di mana hampir 80% warganya, terutama kaum perempuan dan ibu rumah tangga, terlibat langsung dalam rantai produksi emping. Aktivitas ini telah menjadi tulang punggung perekonomian desa selama beberapa generasi, diwariskan dari nenek moyang dan terus dilestarikan hingga hari ini. Suara palu kayu yang memipihkan biji melinjo menjadi irama khas yang terdengar dari pagi hingga sore di seluruh penjuru desa.
Proses produksi sebagian besar masih dilakukan secara tradisional dengan tangan. Mulai dari menyangrai biji melinjo, mengupas kulitnya, hingga memipihkannya satu per satu menjadi kepingan tipis. Keterampilan ini dimiliki oleh hampir setiap perempuan di desa. Emping yang dihasilkan dari Kedungurang dikenal memiliki kualitas yang baik, tipis, dan renyah. Hasil produksi ini tidak hanya dipasarkan di pasar lokal Gumelar atau Banyumas, tetapi juga dikirim ke berbagai kota besar melalui para pengepul yang secara rutin datang ke desa.
Meskipun menjadi nadi kehidupan, industri ini tidak lepas dari tantangan. Fluktuasi harga bahan baku biji melinjo menjadi persoalan utama. Ketika pasokan melinjo dari daerah sekitar atau luar daerah melimpah, harga cenderung stabil. Namun saat pasokan langka, harga bahan baku bisa melonjak drastis, menggerus keuntungan para perajin kecil. Selain itu, regenerasi perajin juga menjadi isu. Banyak generasi muda yang lebih memilih mencari pekerjaan di luar desa daripada melanjutkan usaha emping yang dianggap melelahkan dengan keuntungan yang tidak menentu. Pemerintah desa dan para pemangku kepentingan menghadapi tantangan untuk melakukan modernisasi terbatas—tanpa menghilangkan cita rasa otentik—dan memperkuat rantai pasok agar industri ini tetap berkelanjutan.
Tata Kelola Pemerintahan dan Pembangunan Komunitas
Pemerintahan Desa Kedungurang, yang dipimpin oleh seorang kepala desa beserta jajarannya, memegang peran penting dalam mengelola pembangunan dan mengatasi tantangan yang ada. Dengan populasi yang padat dan dinamika ekonomi yang spesifik, fokus pemerintah desa terbagi antara pembangunan infrastruktur dasar dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, khususnya para perajin emping.
Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) diarahkan untuk program-program yang berdampak langsung bagi masyarakat. Pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur seperti jalan lingkungan (rabat beton), drainase, dan talud menjadi prioritas untuk menunjang kenyamanan dan keamanan di wilayah pemukiman yang padat. Mengingat sebagian wilayahnya berada di kontur miring, pembangunan talud penahan tanah juga penting untuk mitigasi risiko longsor skala kecil.
Di bidang pemberdayaan ekonomi, pemerintah desa berupaya memfasilitasi para perajin emping. Meskipun masih dalam skala terbatas, program seperti bantuan permodalan melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) atau fasilitasi pelatihan pengemasan produk pernah digagas. Tujuannya adalah untuk meningkatkan nilai jual emping dan membuka akses pasar yang lebih luas bagi para perajin. Sinergi dengan dinas terkait di tingkat kabupaten, seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan, terus dijajaki untuk mendapatkan dukungan program yang lebih besar, misalnya bantuan alat atau pelatihan manajemen usaha.
Transparansi dalam pengelolaan pemerintahan dan partisipasi publik dalam musyawarah desa (Musdes) menjadi kunci untuk memastikan setiap program pembangunan sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat. Kolaborasi dengan lembaga desa seperti Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan tokoh masyarakat memastikan terciptanya harmoni dan dukungan dalam setiap langkah pembangunan desa.
Kehidupan Sosial Budaya: Tradisi di Tengah Kepadatan Penduduk
Kehidupan sosial di Desa Kedungurang sangat komunal dan erat. Tinggal di lingkungan yang padat membuat interaksi antarwarga terjadi sangat intens setiap hari. Semangat gotong royong dan guyub (kerukunan) menjadi modal sosial yang kuat. Hal ini terlihat jelas dalam berbagai aktivitas, mulai dari membantu tetangga yang sedang hajatan, kerja bakti membersihkan lingkungan, hingga saling membantu dalam proses produksi emping.
Industri emping sendiri telah membentuk struktur sosial yang unik. Kaum perempuan memegang peran sentral sebagai motor penggerak ekonomi keluarga dari dalam rumah. Sambil mengurus rumah tangga, mereka dapat menghasilkan pendapatan tambahan yang signifikan. Aktivitas membuat emping sering kali dilakukan secara berkelompok di teras-teras rumah, menjadi ajang untuk bersosialisasi, bertukar cerita, dan mempererat ikatan antarperempuan.
Tradisi dan budaya lokal lainnya juga masih terjaga. Kesenian tradisional seperti ebeg (kuda lumping) atau calung sering kali ditampilkan dalam acara-acara desa. Kegiatan keagamaan, yang mayoritas dianut oleh penduduk beragama Islam, juga berjalan dengan semarak, menjadi pusat kegiatan spiritual dan sosial masyarakat. Di tengah modernisasi, masyarakat Kedungurang berupaya menjaga keseimbangan antara mempertahankan tradisi yang telah menghidupi mereka selama ini dengan adaptasi terhadap tantangan zaman.
Potensi dan Tantangan Masa Depan
Menatap ke depan, Desa Kedungurang memiliki potensi besar untuk terus menjadi kampoeng emping yang lebih maju. Peluang untuk mengembangkan produk turunan melinjo selain emping, seperti stik melinjo atau aneka camilan lainnya, masih terbuka lebar. Pengembangan branding "Emping Kedungurang" sebagai produk dengan jaminan kualitas dan keaslian dapat meningkatkan daya saing di pasar yang lebih luas. Konsep agrowisata edukatif juga bisa menjadi alternatif pengembangan di masa depan, di mana pengunjung dapat melihat dan mencoba langsung proses pembuatan emping secara tradisional.
Namun, tantangan yang dihadapi juga tidak kecil. Ketergantungan yang sangat tinggi pada satu komoditas membuat ekonomi desa rentan terhadap guncangan harga. Regenerasi tenaga kerja di sektor ini menjadi isu krusial yang harus segera dicarikan solusinya, mungkin melalui peningkatan keuntungan atau perbaikan kondisi kerja. Selain itu, isu lingkungan terkait limbah kulit melinjo juga perlu dipikirkan agar dapat diolah menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat, seperti pakan ternak atau pupuk kompos.
Masa depan Desa Kedungurang akan sangat bergantung pada kemampuannya untuk berinovasi sambil tetap menjaga otentisitasnya. Kolaborasi yang kuat antara perajin, pemerintah desa, dan pihak luar diperlukan untuk membangun sebuah ekosistem industri kecil yang tangguh, berkelanjutan, dan mampu menyejahterakan seluruh warganya.